Kamis, 25 September 2014

Budaya dan tradisi di bali Bale Kul-Kul, pulau bali memiliki beragam warisan budaya leluhur yang masih tertanam dan melekat erat di masyarakat bali itu sendiri, berbagai tradisi yang unik dan masih di pegang erat di kalangan masyarakat . budaya dan tradisi memiliki ciri khas tersendiri di masing-masing daerah, desa, maupun banjar yang ada di bali. bali memiliki kekayaan budaya yang beragam dan merupakan suatu tugas masyarakat untuk melestarikannya, tidak tergilas atau bergeser karena pengaruh dunia yang modern saat ini. unsur-unsur budaya yang dimiliki bali yang berbentuk musik sepert gamelan adalah rindik, jegog, dan genggong. bali juga memiliki seni tari seperti tari barong, tari kecak, tari pendet, tari gambuh, tari joged dan masih banyak lagi yang lainnya. bali juga memiliki bahasa dan pakaian adat daerah sendiri dan dari segi realigi mayoritas penduduknya beragama hindu.budaya dan tradisi yang unik ini membuat salah satu penyebab bali menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi dari berbagai kalangan masyarakat lokal atau interlokal. berikut beberapa budaya dan tradisi unik masih terjaga kelestariannya. Bale Kul-Kul ngaben 3.Upacara-Ngaben-Tradisi-Sakral-Menyucikan-Roh-Orang-yang-Telah-Meninggal.1 Ngaben adalah upacara pitra yadnya. tradisi ini masih dilakukan secara turun tremurun oleh hampir semua masyarakat hindu di bali, tubuh manusia terdiri dari badan halus dan badan kasar. badan kasar terdiri dari 5 unsur yaitu zat padat, cari, panas, angin dan ruang hampa. lima elemen ini disebut panca maha butha. pada saat meninggal emelen ini akan menyatu kembali ke asalnya dan badan halus yang berupa roh yang meninggalkan badan kasar akan disucikan pada saat upacara ngaben. Bale Kul-Kul

Jumat, 22 Agustus 2014

All Seasons Denpasar terletak di Pusat Kota Denpasar. Dari pantai Kuta berjarak kurang dari 20 menit. Hotel memiliki 153 kamar yang menawarkan desain kontemporer yang menciptakan suasana nyaman serta rileks untuk pelancong bisnis maupun pelancong santai.Tiap kamar dilengkapi fasilitas membuat teh dan kopi, brankas dalam kamar  TV LCD, juga tersedia koneksi internet WIFI gratis.
Hangat, ramah dan modern, dengan tempat tidur yang nyaman dan kamar mandi fungsional. kamar kami memiliki semua yang Anda perlukan untuk kesenangan selama menginap.

DAFTAR KAMAR

    Kamar Superior Dengan 1 Tempat Tidur Queen
    kamar beraneka warna dan modern dipadukan dengan sentuhan Bali, All Seasons Denpasar sungguh ideal untuk pelancong bisnis dan santai. Tiap kamar dilengkapi WiFi gratis serta musik dari Ipod Dock, TV dengan layar LCD, dan Pengering Rambut.
    Kamar Superior Dengan 2 Tempat Tidur Single
    kamar beraneka warna dan modern dipadukan dengan sentuhan Bali, All Seasons Denpasar sungguh ideal untuk pelancong bisnis dan santai. Tiap kamar dilengkapi WiFi gratis serta musik dari Ipod Dock, TV dengan layar LCD, dan Pengering Rambut.
    Kamar Superior, 1 tempat tidur queen, dengan Ba lkon
    kamar beraneka warna dan modern sungguh ideal untuk pelancong bisnis dan santai. Tiap kamar dilengkapi WiFi gratis serta musik dari Ipod Dock, TV dengan layar LCD, dan Pengering Rambut, terhubung ke balkon pribadi.
    Kamar Superior, 2 tempat tidur single, dengan B alkon
    kamar beraneka warna dan modern sungguh ideal untuk pelancong bisnis dan santai. Tiap kamar dilengkapi WiFi gratis serta musik dari Ipod Dock, TV dengan layar LCD, dan Pengering Rambut, terhubung ke balkon pribadi.


Ini adalah penyelenggaraan Sanur Village Festival yang ke-9 kalinya, dengan tetap mengutamakan nilai-nilai sosial budaya maka diharapkan mampu memberikan dimensi baru dan wawasan kepada masyarakat.
Jadwal pra-program Sanur Village Festival 2014:
  • 15 Agustus 2014:  Photo Exhibition
  • 16 Agutstus 2014: Sanur Run
  • 20 Agustus 2014: Sanur Kreatif Expo
  • 21 Agustus 2014: Village Cycling Tour
  • 22 Agustus 2014: Surfing Competition
  • 23 Agustus 2014: Golf Tournament
  • 24 Agustus 2014: Sanur Kite Festival
  • 20 – 24 Agustus 2014: 9th Sanur Village Festival 2014
Program acara utama:
  • Environment Activities:
    • Beach clean up
    • Coral plantation
    • Pelepasan tukik
    • Extinction plantation
  • Festival Exhibition:
    • Sanur Kreatif Expo
    • Cultural Parade
    • Music, Art and Traditional Performances
    • Horticuloture
    • KOI Festival
  • Cullinary:
  • Painting:
    • Painting on the spot
    • Body Painting
  • Workshop:
    • Creatives Workshop
  • Photography:
    • Photo Exhibition
    • Photo Competition
  • Fun & Sport activities:
    • Sanur Kite Festival
    • Fun Games
    • Fun Run
    • Sanur Golf Tournament
    • Jukung Competition
    • Fishing Tournament
    • Kids Zone
    • Sanur Cycling Tour
    • Surfing Competition
    • Yoga
  • sumber : http://jadwalevent.web.id/sanur-village-festival-2014



Menjelang hari Raya Nyepi, ada satu prosesi lagi yang dilakukan oleh sebagian besar Umat Hindu, khususnya generasi muda yaitu mengarak Ogoh-ogoh keliling Desa Pekraman setempat.Ogoh-ogoh sebagai simbol Bhuta Kala, salah satu unsur peran dalam kehidupan manusia, yang jika pada ajaran Agama Islam, malah diusir dari tempat tingalnya, seperti yang sering ditayangkan televisi, Umat Hindu malah memberikan sesaji dan persembahan pada mereka, agar mereka nantinya tak merusak tatanan kehidupan manusia.
Umat Hindu memang demikian.
Memberikan sesaji pada seluruh unsur kehidupan manusia, baik nyata maupun tak nyata. Baik hidup maupun benda mati.

Ogoh-ogoh yang sempat dilarang pembuatannya ditahun-tahun lalu, kini sesudah 3 tahun generasi muda Banjar Tainsiat mulai berani menyalurkan ekspresi kebebasannya.
Gak tangung2, Ogoh-ogoh ukuran 8 meter panjang kali 3 meter pun dirancang dalam waktu 2 hari, dengan masa pengerjaan yang hanya 5 hari.
Menghabiskan dana sebesar 8 juta rupiah, diluar baju seragam yang disumbangkan oleh donatur ’5 a Sec’.
Dana ini sebagian didapat dari sumbangan warga banjar juga orang-orang yang tergolong high class, setingkat Anggota DPR-lah.
Sekitar 2,5 juta dihabiskan untuk membuat topeng Ogoh-ogoh  Lihat saja perbandingan antara 1 orang manusia, dengan tinggi dan panjang Ogoh-ogoh

[Ogoh21.jpg]
Luar biasa untuk ukuran Kota Denpasar, yang setelah disurvey siang tadi, gak ada yang berukuran seperti ini.

Merancang tema ‘Celuluk Bengong’. 
Satu tokoh dalam sejarah budaya Umat Hindu, yang mencerminkan tokoh jahat dimana perannya takkan pernah bisa hilang, sehingga disebut ‘Rwa Bineda’.
Seperti halnya sifat manusia yang ada 2, mutlak ada dalam setiap orang dimuka bumi ini.

Rencananya Ogoh-ogoh ini akan diarak setelah ‘Sandya Kala’, dimana diyakini dalam rentang waktu tersebut, para Butha Kala berkuasa akan seluruh wilayah di Bali.
Jadi setelah dilakukan upacara ‘Mecaru’ di masing-masing rumah, dengan melakukan persembahyangan bersama, hingga berkeliling dengan kentongan dan pelepah kelapa yang dibakar, barulah prosesi Ogoh-ogohdimulai.

Mengambil rute yang tak biasanya, dimana seharusnya hanya disekitar Desa Pekraman setempat, kali ini malah akan keluar dari seputaran Desa, dengan pertimbangan besar Ogoh-ogoh yang mungkin takkan mampu dilalui lewat jalan kecil. Dan juga keegoisan generasi muda, yang telah susah payah melahirkan karya dalam waktu singkat dengan ukuran big size, menganggap mubazir jika Ogoh-ogoh hanya diarak disekitar Desa Pekraman.
Satu harapan seluruh warga Banjar, semoga saja generasi muda mampu menahan diri dijalanan nanti, tak bentrok dengan sesamanya, sehingga bisa pulang kembali dengan selamat.
Semoga.

sumber : http://www.pandebaik.com/tag/ogoh-ogoh/page/10/

Kamis, 21 Agustus 2014

Denpasar - Polemik rencana reklamasi Teluk Benoa di pesisir selatan Kota DenpasarBali hingga saat ini terus berlanjut. Ahad, 16 Februari 2014, ratusan warga Denpasar yang mengatasnamakan Jaringan Aksi Tolak reklamasi (Jalak) Sidakarya, menggelar unjuk rasa.

Mereka menggelar panggung terbuka di tengah jalan sehingga jalur lalu lintas antara Sanur dan Sesetan ditutup selama dua jam. Dalam aksi itu, para demonstran yang didominasi anak-anak muda membubuhkan cap jempol darah. Mereka juga mewarnai unjuk rasa itu dengan pembacaan puisi dan nyanyian lagu-lagu perjuangan.

"Apakah Saudara setuju Bali ditenggelamkan oleh segelintir orang dengan alasan peningkatan pendapatan asli daerah? Penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa adalah harga mati,” teriak salah seorang pengunjuk rasa, Made Sudarta, saat berorasi.

Sudarta menjelaskan reklamasi Teluk Benoa akan membahayakan Desa Sidakarya dan kawasan lain di pesisir selatan Kota Denpasar, seperti Sanur, Pamogan, dan Sesetan. Saat ini letak kawasan itu hanya dua meter di atas permukaan laut. Sedangkan reklamasi direncanakan setinggi enam meter. "Sidakarya dan kawasan lain di pesisir selatan Kota Denpasar akan tenggelam," ujarnya.

Karena itu, Sudarta mendesak Gubernur Bali Made Mangku Pastika segera mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 1727/01-BH/2013. Surat keputusan itu mengizinkan digelarnya studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa. "Apabila SK tidak dicabut, mari kita melakukan pembangkangan sosial terhadap Gubernur Bali," ucap Made Sukerta, pengunjuk rasa lainnya yang juga berorasi.

Ketua Jalak Sidakarya, Nyoman Putrawan, bahkan menantang Presiden Susilo Bambag Yudhoyono karena dianggap memuluskan rencana reklamasi. "Presiden SBY telah mengubah zonasi konservasi di Teluk Benoa, maka berarti telah merestui rencana reklamasi tersebut," tuturnya.

Putrawan menuding Gubernur Bali Made Mangku Pastika terlalu berpihak kepada investor dan tidak mempedulikan dampak reklamasi bagi masyarakat. Karena itu, Putrawan mengatakan Jarak Sidakarya akan terus berunjuk rasa guna menggalang kekuatan hingga rencana reklamasi benar-benar dihentikan.

Rabu, 20 Agustus 2014

 
Tradisi bermain layang layang atau melayangan memang sudah sangat kental di Bali, dimana pada masa lampau untuk mengisi waktu senggang selain bercengkrama kegiatan mereka juga diisi dengan melayangan.  Awal dari tradisi ini, lahir suatu tradisi saat seorang gembala bajak sawah yang mengisi waktu senggang untuk menaikkan layang-layang di tengah hamparan sawah yang luas. Dimana dikenal dengan istilah “Rare Angon” ( dalam cerita pewayangan merupakan putra dewa siwa yang berwujud anak kecil )

Saat ini ” melayangan”  masih sering dilaksanakan oleh masyarakat bali, baik anak-anak sampai orang dewasa. Dari Bali bagian timur sampai bagian barat, bagian utara sampai bagian selatan. Kreativitas mereka tuangkan dalam berbagai wujud layang-layang baik yang bersifat tradisional maupun Layangan Kreasi Baru.
Untuk menunjang kreativitas masyarakat Bali dan promosi pariwisata Bali terutama dalam kegiatan melayangan, dalam interval waktu bulan Juli sampai bulan Agustus diadakan berbagai festival layang-layang baik yang bersifat lokal maupun internasional yaituaka Festival Layangan Internasional Padang Galak Sanur, Festival Layangan Pantai Mertasari Sanur dan terakhir di penghujung musim diadakan Festival Layangan Tanah Lot Tabanan. Dan diikuti oleh masyarakat Bali terutama oleh kelompok-kelompok Banjar yang tersebar di beberapa kabupaten yaitu Gianyar, Badung, Tabanan , dan Kodya Denpasar.Dalam festival layang layang terdapat beberapa kriteria penilaian diantaranya seni bentuknya, warnanya, suara guangan yang dihasilkan, indah gerakannya saat berada diudara dan yang terakhir ketahanan layang layang diudara.

Dibali kita mengenal beberapa jenis layangan tradisional , mungkin teman teman ada yang belum mengetahui atau lupa?.... ini saya bahas kembali

1  Layangan Bebean



Layangan ini sangat sering diikutsertakan dalam festival layang layang, karena keindahannya saat berada diudara bagaikan ikan yang berenang dan menari-nari dalam air dan juga memiliki suara guangan yang indah, sehingga banyak yang menyebut layangan ini dengan layangan bebean, di beberapa daerah di Bali layangan ini disebut "layangan Bebean, layangan kepes,bahkan di desa saya yaitu Desa Mengwi layangan ini disebut layangan Potongan Badung

2. Layangan Janggan 

Layangan ini berbentuk naga dengan kepala yang terbuat dari kayu dan diukir sedemikian rupa
sehingga menyerupai sosok naga dalam mitologi Bali, layangan ini dikenal sebagai layangan yang sangat banyak menghabiskan bahan, bayangkan untuk membuat satu buah layangan ini dengan ukuran lumayan besar, bisa menghabiskan sampai 20 meter kain parasut, waaaw..... sama halnya dengan layangan bebean, layangan ini juga memiliki guangan, di desa saya layangan ini lebih dikenal dengan nama "janggar janggaran.

3. Layangan Pecuk 

Layangan ini sangat simple, tetapi butuh keahlian khusus untuk menerbangkannya, karena layangan ini sangat lincah di udara dan bisa menyambar nyambar, dalam festival layang layang layangan ini di nilai berdasarkan keahlian orang yang menerbangkannya dan ketahanan layangan ini berada diudara.

4. Layangan kreasi

layangan kreasi merupakan layangan yang di buat berdasarkan ide sendiri, bentuk dan warnanya pun cukup menarik ada yang berbentuk bayi, orang naik motor, raksasa, bahkan ada layangan yang berbentuk kapal penisi.

Kacrita ada katuturan satua anak cerik madan I Raré Angon. Kadanin I Raré Angon  wireh satekané uli masekolah, ia setata geginané ngangonang ubuh-ubuhan minakadinnyané sampi, kebo, jaran, miwah kambing sadina-dina uling cerik. Apang tusing med nongosin ubuh-ubuhan ané itep ngamah di pagpagané, I Raré Angon ngisinin waktu luang sambilanga ngambar di tanahé, yén napkala ia engsap ngaba buku gambar. Sabilang teka uli masekolah, I Raré Angon tusing engsap tekén geginané ané pedumanga tekén reramané. Keto masi ia tusing engsap tekén swadarmané dadi murid, malajah sadina-dina. Tas sekolahané ané misi buku nutugin ia ngangon. Kenyel mamaca buku, anggona nylimurang kiap, I Raré Angon nglaut ngambar. Cacep pesan koné ia ngambar wayang, pemandangan, muah ané lénan kanti ngon timpal-timpalné sekaa ngangoné.


Katuju dina anu, sambilanga nongosin sampi ngambung, I Raré Angon iseng-iseng koné ngambar anak luh di tanahé. Mara suud ia ngambar, tlektekanga gambaré ento, “Mimih déwa ratu adi kené jegég gambar anak luh ténénan? Nah, eda suba usapa pedalem i déwék ngusap.” Kéto koné kenehné I Raré Angon  Gambaré totonan adanina koné baan I Raré Angon I Lubang Kuri.


Lanturang crita, kocap Ida Anaké Agung sedek malila cita ngrereh burung di cariké. Gelisin satua, mangkin rauh ida sig tongos I Raré Angon ngangon, tur kapanggihin olih ida gegambaran anak istri jegég pesan. Angob koné Ida Anaké Agung ngaksi gambaré ento, saha ida nauhin para pangangoné makejang. “Cerik-ceriké, nyén ané ngaé gambaré ené?”, kéto pitakén ida tekén para pangangoné. Ditu pangangoné ngaturang ané ngambar ento tuah I Raré Angon.

Mara kéto pangangken cerik-ceriké, ditu lantas ida ngandika tekén I Raré Angon, “Raré Angon, saja cening ngaé gambaré ené?”. Kacawis lantas baan I Raré Angon  “Inggih yakti titiang.” Malih matakén Ida Anaké Agung, “Dija cening taén nepukin anak luh buka kéné, orahang tekén gelah!” “Titiang matur sisip Ratu Anak Agung, tan wénten pisan titiang nahen manggihin jadma marupa asapunika.” “Men, dadi cening bisa ngaé gambar I Lubang Kuri?”

Matur malih I Raré Angon sada takut, “Punika sangkaning titiang ngawag-ngawagin, Ratu Anaké Agung.” Mara kéto pangakuné I Raré Angon, Ida Anaké Agung tusing koné ngega aturné I Raré Angon  tur ida mabaos, “Ah, gelah sing ngugu, kema alihang gelah I Lubang Kuri, yan cening tuara nyidayang, mati palanceningé!” Kéto Ida Anaké Agung ngancam I Raré Angon.

Mara kéto pangandikan Anaké Agung, ibuk lantas kenehné I Raré Angon saha ngeling sigsigan nglaut ia mulih, sampiné kutanga di pangangonan. Teked jumahné, takonina koné ia tekén méménné, “Kenapa ja cening dadi ngeling?” Tuturanga lantas undukné kapandikayang ngalih I Lubang Kuri tekén Ida Anaké Agung. Mara kéto pasautné I Raré Angon, méménné bareng sedih minehin unduk pianaknyané.

Kacrita, jani petengné mara I Raré Angon sirep, lantas ia ngipi, ngipiang katedunin olih Ida Betara. Di pangipian, Ida Betara koné ngandika tekén déwéknyané I Raré Angon kéné: “Cening Raré Angon  eda cening sedih, ené rurungé ngaja kanginang tuut, sinah tepuk cening I Lubang Kuri!” Tuah amonto pangandikan Ida Betara tekén I Raré Angon énggalan ipun enten.

Mani semenganné, tuturanga lantas ipianné tekén méménné, tur nglaut ia morahan lakar luas ngetut buri pangandikan Ida Betara buka isin ipianné. Répot méménné ngaénang bekel. Di subané pragat, lantas I Raré Angon majalan. Pajalanné ngaja kanginang, nganti joh pesan koné ia majalan. Pajalanné tuungunung menék jurang, megat-megat pangkung, grémbéngan, ngliwatin margi agung, sagét nepukin lantas ia padukuhan.

Di padukuhan, kacritayang I Raré Angon lantas singgah sik jeron dané Jero Dukuh. Jero Dukuh nyapa, “Sapasira Jero Alit, dados mariki paragayan?” Masaut I Raré Angon, “Inggih titiang I Raré Angon  mawinan titiang mariki, titiang ngutang déwék, sané mangkin titiang nunas ica ring jeroné genah madunungan!”

“Nah, dini cening nongos, apang ada ajaka adin ceningé, pianak Bapané dini makeengan!” Jero Dukuh ngelah koné oka istri bajang adiri. Kacrita suba makelo I Raré Angon madunungan sik jeron Dané Dukuhé, ditu lantas atepanga koné ia ngajak okan danéné. Sedek dina anu, morahan koné I Raré Angon  ekén Jero Dukuh. “Tiang matur ring Jero Dukuh, mawinan tiang rauh mariki ngutang-ngutang déwék, tiang kapandikayang antuk Ida Anaké Agung ngrereh anak luh sané madan I Lubang Kuri. Kedeh pisan pakayunanidané, yan tiang tuara nyidayang ngrereh tur ngaturang ring ida tiang pacang kapademang antuk Ida.” Mara kéto pasadok I Raré Angon  ditu lantas dané Jero Dukuh masaur, “Eda cening kéweh, Bapa matujuin cening tongos I Lubang Kuriné, ditu di muncuk gunungé kaja kangin. Ditu suba tongosné cening, nanging sengka pesan pajalané kema, krana I Lubang Kuri kagebag baan soroh buroné ané galak-galak, mapangka-pangka tongos gebagané.”

Sesubanné I Raré Angon kapicain tongos ngalih anak istri ané madan I Lubang Kuri, nglaut koné ia kapicain soroh buron ané ngebag I Lubang Kuri tekén dané Jero Dukuh. Baos Jero Dukuh: “Ané tanggu betén macan pageréng, ané baduuran soroh lelipi né gedé-gedé, ané tanggu duur raksasa dadua luh muani, ento pangalang-alang anaké kema ngalih I Lubang Kuri”, kéto Jero Dukuh nerangang tekén I Raré Angon.  Buin dané Jero Dukuh ngimbuhin, “Yadiapin kéto, ené Bapa maang Cening manik sesirep, apang prasida Cening nganteg kapuncak. Padé di malipetané Cening lantas katangehang, pét ubera Cening tekén raksasané, ené buin Bapa maang manik pangalang-alang; manik tiing, manik blabar, manik api, anggon ngentungin i raksasa. Yan ento tuara nyidayang, ené manik atmané entungin, pedas i raksasa mati. Nah, kema Cening majalan, eda Cening sumanangsaya!”

Mara kéto baos dané Jero Dukuh, nglaut majalan koné I Raré Angon ngaba manik liu pesan. Suba neked di bongkol gunungé, tepukina koné macan pageréng, entungina lantas manik sesirep. Ditu pules lantas macané makejang. Buina mara ia majalan ngamenékang, nepukin koné ia lelipi gedé-gedé, buin koné entungina sesirep. Pules koné lelipiné makejang. Mara I Raré Angon ngamenékang, siduur, tepukina raksasa dadua luh muani nglicak tusing bisa ngoyong. Ditu buin entungina baan manik sesirep, pules maka dadua raksasané ento.

Suba pada pules gebagané makejang, prasida lantas I Raré Angon katemu tekén I Lubang Kuri. Ngon I Raré Angon tekén warnan I Lubang Kuriné, sajaan patuh buka goban gegambarané ané gambara di pangangonan. Suba makelo kamemegan, I Raré Angon lantas nuturang unduk déwékné nganti teked di tongos I Lubang Kuriné, sing ja ada lén krana ia kautus olih Anaké Agung. Ajakina lantas I Lubang Kuri ka negara, bakal katur tekén Ida Anaké Agung. Mara kéto pangidih I Raré Angon, I Lubang Kuri satinut.

Gelisin crita, majalan lantas ajaka dadua nganuunang. Mara sajaan neked basa tengahang gunungé, bangun koné raksasané maka dadua, pagelur nutug I Raré Angon  I Raré Angon ngéncolang majalan, sakéwala i raksasa énggal pesan nutug pajalanné I Raré Angon  Suba paek i raksasa, I Raré Angon lantas ngentungin raksasané ento manik tiing. Dadi prajani ada tiing ategal melat pajalan i raksasané. Tiinga tusing dusa baan i raksasa, tuuka kanti lulus bah bedég punyan tiinga kajekjek. Ditu buin koné entungina manik blabar baan I Raré Angon raksasané ento. Dadi prajani ada blabar endut, masi tuuka dogén tekén i raksasa. Buin lantas entungina manik api, dadi api makobar-kobaran melat pajalan i raksasané. Ento masi tusing nyidaang ngalangin pajalan i raksasa ngepung I Raré Angon.

Jani kacrita suba paek pesan koné i raksasa ada di durin I Raré Angon  kadi rasa ia suba maekin mati kauluh tekén i raksasa totonan. Inget koné ia tekén déwékné enu ngelah manik buin abesik, manik atmané ento lantas entungina i raksasa, mati lantas i raksasa makadadua.

Gelisang satua, I Raré Angon ajaka I Lubang Kuri jani suba neked di jeron Jero Dukuh. Katuturan koné pajalané ajaka dadua suba peteng mara neked ditu. Katuju dané Jero Dukuh sedeng matutur-tuturan ajaka okanné. “Om, Swastyastu, jero Dukuh”, kéto abetné I Raré Angon  “Om Swastyastu, yé i cening Raré Angon suba teka, kénkén rahayu pajalané Ning?”, kéto dané Jero Dukuh nyawis sapetekan I Raré Angon.

Suba koné onyang negak, suba pada maan ngidih téh anget maimbuh séla malablab, ditu dané Jero Dukuh mabaos tekén I Raré Angon  “Nah, Cening Raré Angon  buin mani semengan kema suba Cening mulih aturang I Lubang Kuri tekén Ida Anaké Agung. Ené, adin Ceningé I Luh, titipang Bapa tekén Cening, ajak ia bareng mulih kumah Ceningé, bareng ajahin sapratingkah anaké makrama di negara!” I Raré Angon sairing baos dané Jero Dukuh, tumuli ngaturang suksma ring Jero Dukuh.

Kacrita mani semenganné di subanné I Raré Angon  okan Jero Dukuhé, muah I Lubang Kuri mapamit, lantas ajaka onya makalah uli padukuhan, tumuli makejang nyakupang tangan tekén dané Jero Dukuh. Jero Dukuh mabaos, “Majalan Cening, dumadak mangguh karahayuan di jalan-jalan, selamet Cening teked ka negari!” Pajalanné ngamulihang menék jurang tuun pangkung. Tusing marasa kenyel, mara nyaluk peteng, saget suba teked I Raré Angon jumahné. Kendel pesan koné méménné. “Duh, rauh Cening pianak Mémé, pitahen Mémé Cening lakar tuara sida malipetan”. Répot méménné ngebatang tikeh muah ngaénang yéh anget anggona nyeduhang téh tamiunné.

Di subanné pada mategtegan, ditu lantas I Raré Angon nyatua, nuturang pajalanné luas ngalih I Lubang Kuri, tur maan kurenan okan Jero Dukuh Sakti. Ditu buin maweweh-weweh liang keneh méménné I Raré Angon saha tan mari ngaturang suksma ring Ida Hyang Widhi. Buin maninné pasemengan gati koné I Raré Angon ka puri ngaturang I Lubang Kuri. Angob maduluran brangti kayun Ida Anaké Agung tekén I Raré Angon  wiréh nyidayang ngalih I Lubang Kuri.

Sesubanné I Raré Angon nyidayang ngaturang I Lubang Kuri ka purian, makayun-kayun Ida Anaké Agung. “Yan tusing jlema sakti, tuara nyidayang apa ngalih I Lubang Kuri. Yén jlemané ené baang idup, pedas kagungan i déwéké lakar juanga, sinah rered kawibawan déwéké. Nah, jani lakar rincikang daya apanga prasida bakat kapatianné I Raré Angon , kéto koné pikayun Ida Anaké Agung ring pikayunan.

Ditu lantas Anaké Agung nganikain I Raré Angon apanga ngrerehang ida macan, “Cai Raré Angon kema Cai buin luas, alihang anaké buka gelah macan, dot pesan gelah apang nawang macan. Nah, kema Cai énggal-énggal majalan!”

Mara kéto pangandikan Ida Anaké Agung, ngembeng koné yéh paningalané I Raré Angon  wiréh suba ngrasa tekén déwék kaupayain baan Anaké Agung. Mapamit lantas ia budal.

Gelisang satua énggal, suba neked jumah, matakon lantas kurenanné tekén I Raré Angon  “Beli, kénkén ja dadi masebeng sedih, anak kénkén di puri? Apa beli dukaina tekén Anaké Agung? Nah té orahang kapining tiang, nyén nawang tiang prasida matetimbang kapining baat keneh beliné?

Masaut I Raré Angon, “Ké adi, sinah suba baan beli Anaké Agung pedih pesan tekén beli. Suba beli nyidayang ngalih I Lubang Kuri, jani buin beli kapangandikayang ngalih macan.”

Masaut kurenanné, “Yan bantas akéto, eda beli sanget ngéwehang, né tiang ngelah manik astagina, paican dané i bapa. Jani tiang ngadakang macan. “Manik astagina, apang ada macan!”, prajani koné ada macan gedé gati. Nah, kema suba beli ka puri tegakin macané ené, aturang tekén Ida Anaké Agung!” Tegakina lantas macané ento ka puri. Teked di puri, sedek Anaké Agung katangkilin olih panjakidané. Ditu makejang anaké ané tangkil serab malaib, jejeh pati kaplug palaibné. Ida Anaké Agung pramangkin jejeh ngetor wau nyingakin macan ané galak tur mamunyi gruéng-gruéng.

“Gediang-gediang!” Keto pangandikan Anaké Agung sambilang ida malaib ngapuriang. Gedianga koné lantas macané ento tekén I Raré Angon  tegakina abana mulih. Teked jumahné macané ento lantas pastuna tekén kurenanné apang dadi lesung, dadi lantas macané ento lesung.

Buin maninné, buin koné I Raré Angon kaséngin ka puri, ngandika Anaké Agung tekén I Raré Angon, “Cai Raré Angon  kema gelah alihang naga, yan cai tondén maan naga, da cai malipetan mulih!”

Ngiring koné I Raré Angon  lantas ia mapamit budal. Teked jumahné morahan koné ia tekén kurenanné. Ditu lantas kurenanné nyemak manikné. “Manik astagina apang ada naga!” Ada koné lantas naga gedé pesan, tegakina lantas nagané tekén I Raré Angon ka puri. Ngokok koné nagané ento salantang jalan. Suba neked di bancingah, nglépat ikut nagané bakat pentala koné candi bentaré, aas candi pamedal Ida Anaké Agung. Anaké di bancingah pada pablesat malaib, takut tekén naga.

Ida Anaké Agung mara mireng orta dogén suba ida ngetor, saling ké ngaksinin, méh ida lemet prajani. Kapangandikayang lantas I Raré Angon ngediang nagané ento. Mulih lantas I Raré Angon negakin naga. Teked jumahné nagané ento lantas pantuna tekén kurenanné dadi lu.

Kacrita Ida Anaké Agung angob pesan tekén kasaktian I Raré Angon  Buin maninné lantas I Raré Angon kandikayang ngalih tabuan sirah. Ditu lantas kurenanné ngadakang tabuan sirah, ambul guungané gedén umahné, buina nedeng benbena, pagriyeng inanné galak-galak. Ento koné téngténga tekén I Raré Angon abana ka puri.

Suba neked di puri, pesu makejang inan tabuanné, sahasa ngrebut ngacelin Ida Anaké Agung. Ida Anaké Agung lantas nyelé ati, angganidané beseh makaukud. Suba suud ngacelin, tabuané lantas nambung. Ditu Ida Anaké Agung tusing mrasidayang ka pamreman, raris karampa angganidané olih para pangabihnyané. Upas tabuané nyusup ka anggan Ida Anaké Agung kanti ida tuara méling tekén raga. Buin maninné lantas ida néwata. Makuug tangisé di jero puri tan papegatan. Sasampun Ida Anaké Agung séda, I Raré Angon lantas ka purian ngalih I Lubang Kuri tur lantas ajaka mulih kumahné. I Lubang Kuri lantas anggona kurenan.

Kacrita sesédan Ida Anaké Agung, kasub pesan koné kasaktianné I Raré Angon  Yadiastun ia sakti sakéwala I Raré Angon tusing taén sigug kapining anak lén. I Raré Angon setata mapitulung tekéning anak lara ané ada di guminné. Ento makrana makelo-kelo I Raré Angon lantas kadegang Agung baan panjaké. Sasukat I Raré Angon madeg Agung panjaké trepti, lingkungané bresih; tusing taén ada banjir, tusing taén ada grubug muah sakancan isin guminé pada asah-asih lan asuh.